Contoh permasalahan sosial
di masyarakat??
Dalam
hal ini kita ambil contoh mengenai salah satu masalah sosial, yakni
kecenderungan
sikap masyarakat yang mulai terbiasa dgn salah satu kesenjangan sosial yaitu
praktek suap. Banyak orang menyatakan bahwa mereka anti korupsi,
mereka menjunjung tinggi sistem yang bersih dan taat hukum, serta mengecam
koruptor.
Namun
pada kenyataannya mereka masih seakan dibuat terbiasa dengan perkara2 korupsi
kecil dalam kehidupan kita sehari – hari. Kita rela membayar sejumlah uang
sebagai uang damai saat kita kena tilang, padahal prosedurnya kita harus
mengikuti sidang dulu sesuai prosedur hukum, dalam pemilihan lurah, kita sering
menerima saja uang santunan dari para calon – calon lurah, dengan alasan hanya
sebagai santunan atau sedekah biasa, padahal kita tahu pemberian uang itu
tersirat sebagai embel – embel agar mendukung mereka dalam pemilihan lurah.
Andaikan kita tidak terlibat pun, kebanyakan masyarakat hanya diam dan
menganggap hal- hal seperti itu sudah biasa. Di sinilah titik lemah dimana
kepedulian menegakkan hukum itu masih minim.
Ini
merupakan suatu budaya korupsi bangsa kita, ada di skala kecil tapi populer di
masyarakat. Kebiasaan seperti ini tidak boleh dibiasakan lagi.
Latar belakang
Bangsa
Indonesia sejauh ini cukup konformis terhadap fenomena – fenomena sosial yang
kerap terjadi di kehidupan sehari – hari, bahkan yang berdampak negatif
sekalipun. Suap bagi sebagian orang merupakan jalan pintas untuk memudahkan
segalanya. Ditambah resiko kerugian atau hukuman yang tidak begitu mengancam.
Padahal pemerintah harusnya bisa cukup tegas agar terdapat “efek jera” di
masyarakat. Semua ini didasari sikap egois manusia oleh karena suap merupakan hal yang cukup
menguntungkan dari sudut materi dan efeknya, serta sikap ketidakpedulian antar
sesama yang harusnya kita buang jauh – jauh dalam kehidupan sosial. Di sisi
lain masyarakat sebenarnya sudah paham dan sadar bahwa suap merupakan tindakan
melanggar norma serta berdampak sangat tidak baik jika dibudayakan, namun lagi
– lagi kembali ke pemikiran masing – masing yang mana masih menimbang untung –
rugi untuk mencari kepuasan pribadi. Upaya preventif dari para pembuat
kebijakan atau wakil rakyat dinilai sangat kurang, bahkan ironisnya diantara
mereka malah terbukti terlibat dalam
kasus suap.
Apa sikap kita sebagai
mahasiswa?
Tentunya
mahasiswa yang sejak era reformasi dikenal sebagai “Agent of Change” bangsa
Indonesia, yaitu agen - agen perubahan yang aktif sebagai wujud perwakilan
rakyat membangun negeri ini dan mempertahankan asas – asas Pancasila. Menjadi
mahasiswa muda yang enerjik dan akif dalam membebasakan kesenjangan sosial di
masyarakat, mahasiswa yang dikenal masyarakat memiliki integritas dan sosok
cendekiawan haruslah mencontohkan hal – hal yang baik dan konsisten jangan
sampai melakukan hal – hal yang merusak tatanan apik bangsa Indonesia, seperti korupsi
kecil dan suap itu.
Dimulai
dari diri sendiri, kita harus selalu menjunjung moral yang bersih. Tidak menerima suap dan tidak
mengambil jalan pintas dalam menempuh proses hukum. Dalam keadaan apapun. Bukan
Cuma mengungkapkan gagasan, tapi juga melakasanakan sikap akan gagasan itu,
dengan komitmen dan konsisten.
Apabila
menemui langsung kejadian penyogokan serupa, dengan tanpa ragu – ragu
menyatakan ketidaksetujuan akan hal itu. Mumpung masih muda, bersikap kritis
dan mau mengambil langkah berani. Biarpun resikonya akan terjadi
ketidaknyamanan orang – orang terhadap sikap menentang dari kita, namun kita berada
di jalur yang benar, tengok lagi itu merupakan hanya sebuah efek yang tidak
seberapa. Daripada bangsa ini masayarakatnya terbiasa dengan budaya suap dan
sogok yang dapat meluluhkan moralitas bangsa. Itu tentu lebih berbahaya.
Atau
bisa juga menyampaikan pesan kepada masyarakat, secara cerdas dan bermakna.
Disampaikan secara langsung apabila kepada teman sebaya atau yang lebih muda
dari kita, dan dewasa ini pengaruh media juga bisa digunakan untuk menyampaikan
segala aspirasi masyarakat dalam
jangkauan yang lebih umum dan luas.
Dan
kita tahu bahwa mereka para generasi pendahulu akan digantikkan oleh generasi
yang lebih muda.Apabila sebagian generasi pendahulu belum cukup bisa konsisten
dengan sumpah jabatannya, maka kelak apabila dari generasi kita sudah menduduki
jabatan dalam ketatanegaraan, apapun itu bahkan lurah sekalipun, bertekad dan
yakin bahwa amanah harus dijalankan dengan baik dan bersih. Di sinilah letak urgensi adanya mata kuliah
kewarganegaraan dalam setiap bidang perkuliahan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar